Welcome to Riky HangOut

Kamis, 31 Maret 2011

Kebudayaan Merokok

Saat remaja adalah saat-saat dimana para anak muda mencari jati diri mereka masing-masing dan pada saat remajalah jiwa anak muda mulai membara dan rasa ingin tau yang tinggi tentang sesuatu yang mereka ingin tahu.tetapi masa-masa remaja banyak disalahgunakan bagi kaum muda,mereka lebih senang hidup bebas dan tanpa aturan yang mengatur mereka,mereka tidak peduli apa yang mereka lakukan yang penting mereka merasa senang dan nyaman.salah satunya adalah merokok,awalnya mereka hanya ingin mencoba dan dipengaruhi oleh teman-teman mereka tetapi lama-kelamaan mereka pun mulai terjerumus dan mulai mengkonsumsi rokok dan menjadi perokok aktif yang sudah tidak dapat lagi di cegah atau berhenti merokok padahal mereka tau merokok itu hanyalah membuang buang uang mereka dan hanya merusak badan mereka sehingga menimbulkan penyakit yang sangat parah seperti kanker,serangan jantung,hipotensi dan lain-lain tetapi mereka tidak peduli dan masih saja mereka mengkonsumsi rokok karena mereka hanya ingin mendapatkan kepuasan dan kesenangan belaka.


Bukan hanya laki-laki saja yang menjadi perokok aktif tetapi perempuan pun mulai banyak yang mengkonsumsi rokok bahkan jaman seekarang anak kecil yang berusia 17 tahun kebawah sudah mulai banyak yang mengkonsumsi rokok,anak kecil merokok di sebabkan dari faktor orang dewasa yang merokok di tempat umum dan depan anak kecil ataupun kurangnya pengawasan atau perhatian orang tua terhadap anak mereka sehingga anak kecil mengikuti perilaku atau tingkah yang dilihatnya serta ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh orang dewasa sehingga anak kecil pun dapat terjerumus dan mulai menghisap rokok yang sebenarnya tidak boleh dilakukan karena paru-paru mereka masih sangat rapuh untuk menghisap rokok tersebut dan dapat meninggal pada usia muda


Segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah seperti memberi tahu apa efek dari menghisap rokok bahkan MUI sudah mengharamkan rokok karena dapat membunuh dirinya secara perlahan sehingga sama saja dengan melakukan bunuh diri secara perlahan tetapi masyarakat yang telah menjadi perokok aktif tidak menghiraukan tanggapan tersebut dan masih saja menjadi perokok aktif dan akhirnya dapat membunuh dirinya masing-masing.


Komentar :
Kalo menurut saya pribadi, saya sependapat dengan pemerintah dan semua pihak yang ingin membatasi penggunaan rokok. Karena rokok itu sangat membahayakan bagi konsumen dan lingkungan sekitarnya seperti orang yang berada di samping perokok yang di sebut dengan perokok pasif.
Cukup sekian komentar dari saya, kurang lebihnya saya mohon maaf.
»»  read more

Minggu, 20 Maret 2011

Masalah Kebudayaan di Indonesia

Indonesia mempunyai berbagai macam kebudayaan. Hampir setiap pulau ditinggali oleh suku dan ras dan tiap-tiap suku dan ras mempunyai kebudayaannya sendiri. Namun seiring berkembangnya zaman, kebudayaan di Indonesia mulai luntur. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi yang mempunyai dampak negatif terhadap kebudayaan Indonesia. Dengan banyaknya media elektronik kebudayaan barat mulai mengubah pola pikir masyarakat Indonesia. Karena pola pikir masyarakat Indonesia yang masih rendah, mereka dengan mudah mengikuti budaya barat tanpa adanya filtrasi. Sehingga mereka cenderung melupakan kebudayaanya sendiri.




Selain itu, pemerintah terkesan asal- asalan mengurusi budaya. Sehingga dengan mudahnya Negara lain mengakui kebudayaan Indonesia sebagai miliknya. Apabila hal ini terus berlangsung maka kebudayaan Indonesia akan mati.



Kebudayaan merupakan warisan dan jati diri suatu Negara. Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki banyak sekali keanekaragaman kebudayaan. Kebudayaan dapat memberikan semangat kesatuan dan persatuan bangsa. Tapi, kini yang terjadi adalah terjadi banyak penyimpangan – penyimpangan yang terjadi pada kebudayaan. Itu disebabkan adalah kurangnya sikap kemandirian  terhadap keyakinan budaya karena untuk tidak terpengaruh  kepada sesuatu yang lain. Selain itu agar dapat mengatasi masalah budaya adalah harus adanya sikap bertanggung jawab karena setiap kita melakukan perubahan secara sadar atau tidak maka kita harus dapat memahami betul setiap resiko yang akan terjadi dan berani untuk mempertanggungjawabkannya. Tapi kita kurang tangkas dalam menerapkan kekuasaan dan wewenang terhadap kebudayaan kita sendiri, karena begitu mudahnya kita terpengaruhi oleh budaya luar yang masuk ke Negara kita. Padahal budaya itu sangatlah penting karena adalah harta suatu Negara. Olek karena itu, mulai sekarang kita sebagai bangsa Indonesia harus dapat memahami betul bagaimana menentukan sikap yang baik terhadap masalah budaya ini. Kita harus bersatu agar dapat memecahkan masalah ini. Karena kebudayaan ini harus kita lestarikan hingga mencapai anak cucu kita nanti.


Budaya global semakin lama telah menggusur budaya lokal Indonesia. Contoh untuk hal ini dapat kita lihat pada masyarakat keraton Indonesia. Dalam dua abad terakhir tata masyarakat kerajaan mulai memudar. Kedudukan bangsawan dikudeta oleh kaum pedagang dengan senjata teknologi dan uang. Legitimasi istana yang bersemboyan kawula gusti kini diinjak-injak oleh semangan individualisme, hak asasi, dan kemanusiaan. Mitos dan agama digeser sekularisme dan rasionalitas. Tata sosial kerajaan digantikan oleh nasionalisme. Akibat runtuhnya kerajaan yang mengayomi seniman-cendekiawan istana, berantakanlah kondisi kerja dan pola produksi seni-budaya istana.

Kesenian dan kebudayaan merupakan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Kesenian dapat menjadi wadah untuk mempertahankan identitas budaya Indonesia. Faktanya, sekarang ini identitas budaya Indonesia sudah mulai memudar karena arus global. Sehingga kondisi yang mengkhawatirkan ini perlu segera diselamatkan. Hal ini semakin diperparah dengan diakuinya budaya indonesia oleh bangsa lain. Masalah yang sedang marak baru-baru ini adalah diakuinya lagu daerah “Rasa Sayang-sayange” yang berasal dari Maluku, serta “Reog Ponorogo” dari Jawa Timur oleh Malaysia. Hal ini disebabkan oleh kurang pedulinya bangsa indonesia terhadap budayanya. Namun ketika kebudayaan itu diakui oleh bangsa lain, indonesia bingung. Berita terbaru menyebutkan bahwa kesenian “angklung” dari Jawa Barat juga mau dipatenkan oleh negara tersebut. Lalu dimanakah peran masyarakat dan pemerintah dalam hal ini?
Kebudayaan nasional adalah kebudayan kita bersama yakni kebudayaan yang mempunyai makna bagi kita bangsa indonesia. Kalau bukan kita lalu siapa lagi yang akan menjaga dan meletarikannya. Seharusnya sebagai warga negara indonesia patut bangga dengan mempunyai kekayaan budaya. Hal ini sebenarnya akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk melestarikan kebudayaan tersebut. Sebagai warga negara kita hendaknya menanggapi dengan arif pengaruh nilai-nilai budaya barat untuk mengembangkan dan memperkaya, serta meningkatkan kebudayaan nasional dengan cara menyaring kebudayaan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil nilai yang baik dan meninggalkan nilai yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita.


Begitu juga halnya dengan pemerintah, pemerintah harus tegas dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan indonesia dengan cara membuat peraturan perundangan yang bertujuan untuk melindungi budaya bangsa. Dan jika perlu pemerintah harus mematenkan budaya-budaya yang ada di Indonesia agar budaya-budaya bangsa tidak jatuh ke tangan bangsa lain. Pemerintah harus membangun sumber daya manusia dan meningkatkanan daya saing bangsa dapat dilakukan dengan menanamkan norma dan nilai luhur budaya Indonesia sejak dini, dengan cara sosialisasi nilai budaya yang ditanamkan kepada anak sejak usia prasekolah. Hal ini ditujukan untuk mengangkat kembali identitas bangsa Indonesia.



Kebudayaan Kita Juga Semakin Tergusur
Sebuah persoalan dalam bidang budaya yang masih mendesak pemahaman kita ialah mengapa kebudayaan Indonesia sejak tahun 1980-an berada dalam keadaan kurang mengembirakan, ia semakin tergeser, tergusur, dan tersingkir dari pusat dan puncak perhatian dan kesibukan kita sehari-hari. Ini memang bukan persoalan baru, dan memang sudah ramai di perbincangkan pada awal 1980-an, tapi setiap ada yang mempertanyakan apa yang saat ini harus di perhatikan dalam sebuah kebudayaan Indonesia, saya cenderung menunjuk pada tidak lagi mementingkan kebudayaan sebagai problematika terpenting.
Musim temu budaya daerah sebagai penyangga budaya nasional bermunculan diberbagai kota seakan-akan budaya kita pada masa ini menghadapi kemunduran biarpun seorang pakar budaya masih penting.
Seorang pakar budaya pada masa pra-Orde baru mungkin seperti seorang Iwan Fals, Abdurrahman Wahid, atau Laksamana Soedomo. Pada tahun 1970-an orang sudah mengeluh tentang kebudayaan, tapi pada waktu itu masih ada hiruk-pikuk perdebatan dan persaingan yang tak banyak tersisa.
Sejauh itu masih ada yang perlu di pertanyakan terhadap kesadaran akan wawasan Nusantara yang kadang masih diselimuti oleh chauvinis kedaerahan dan kebudayaan yang pada akhir-akhir ini akan kembali berona sejarah seperti ketika berkecamuknya masa renaisance dan aufklarung di benua barat tiga abad yang lalu. Apabila dengan kian terasanya arus globalisasi peradaban masyarakat industri maju, yang mengandalkan materialisme dan membawa wabah konsumerisme, pengusuran mau tak mau pasti terjadi. Banyak sendi budaya yang ditinggalkan.

Impor, Asing dan Modern
Diantara masalah itu, antara lain mengenai pemahaman kita tentang kebudayaan secara umum, khususnya kebudayaan Indonesia atau Nasional, kebudayaan -kebudayaan daerah dan asing peranan agama, ilmu pengetahuan budaya, bahkan, sampai pada masalah yang lebih kecil seperti, masalah minat baca dan sebagainya. Drs HM. Idham Samawi mengatakan, bahwa apa yang kita rasakan saat ini adalah sebuah kondisi di mana bangsa dan negara saat ini berada dalam suatu arus yang sangat besar yang membatasi (marjinalisasi). Kita dapat melihat secara langsung bagaimana petani terpuruk, buah lokal digusur oleh buah impor, kebudayaan kita tersingkir oleh kebudayaan asing, dalam kasus kebudayaan, kita melihat dengan jelas bagaimana anak-anak disihir oleh film-film asing ditengah ketidakmampuan kita melihat film bagi anak-anak kita. Dalam peta kehidupan masyarakat modern yang menjunjung tinggi budaya pragmatis, nilai- nilai kebudayaan yang menjunjung tinggi keselarsan (harmoni), cenderung tersingkir. Sebab, nilai- nilai kebudayaan itu di pandang kurang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Masalah merampingnya kebudayaan Indonesia akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan seniman dan budayawan. Hal itu berarti bahwa sebenarnya kalangan seniman dan budayawan bukan bereaksi menghadapi realitas dan masalah yang timbul, melainkan mereka sekedar bereaksi menanggapi masalah dan realitas itu.
Pejabat pemerintah yang punya kompetisi dengan kesenian tradisional supaya citra negara terangkat dimata dunia dan pencaturan International, masih berdiri dengan perjanjian (konvensi) lama, negara dan pejabat negera hanya memfungsikan kesenian Indonesia untuk kepentingan praktis, karena titik tolak pandangan dan sikapnya masih pada batas bahwa kesenian tradisional dan modern adalah instrumen kegiatan ritual. Hal itu tidak membutuhkan perhatian dalam porsi yang besar, yang sama dengan sektor-sektor kehidupan lain tidakkah jatah untuk kebudayaan hanya 2,7 persen dari ranangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) pada berita terakhir.
Kebudayaan masih dianggap instrumen yang berfungsi praktis, umpamanya untuk tujuan pelancongan (turisme) bagi peningkatan sumber devisa negara, para seniman yang mengembangkan etos kebudayaan masih bergulat dengan banyak pihak kearah perbaikan kesenian Indonesia di masa depan. Raudal Tanjung Banua mengatakan, bahwa tataran kebudayaan dengan kemungkinan nasionalisme kebudayaan tidak terlalu digali, bahkan cendrung dinibsikan. Akan tetapi dari proyek nasionalisme yang mengotamakan arus negara itu, bangsa-bangsa diringkus menjadi sekedar suku bangsa. Disusun sebuah ruang kebudayaan yang lebih lapang telah dihilangkan, demi kemauan politis.
Perlu di pahami kita memperbincangkan tergusurnya kedudukan kebudayaan sebagai suatu pranata sosial. itu tidak membicarakan budaya secara detail.bukan juga nilai budaya masyarakat. Ini perlu ditekankan karena perbincangan tentang tergusurnya peran sosial budaya sering di pahami secara keliru sebagai kritik atau tuduhan terhadap sosial budaya. Seakan- akan gejala ini saya kira merupakan kesalahan pihak budayawan.
Kesalahpahaman seperti itu, merupakan akibat dominasi tradisi romantisme yang terlalu menekankan aspek individual budayawan dan nilainya. Mengabaikan kebudayaan sebagai pranata sosial. menyebut nasib pranata kebudayaan dianggap sebagai serangan pribadi terhadap para budayawan.
Akibatnya, budayawan yang berwawasan sempit menyangkal terjadinya gejala pengerdilan dan penggusuran kebudayaan dalam pembangunan. Karena merasa di serang, mereka membela diri dan membela status quo dengan mengatakan kebudayaan sekarang baik- baik saja, kalau ada penilaian yang negatif atas perkembangan budaya, maka itu di anggap sebagai kegagalan atau ketololan para kritikus budaya yang kurang paham kepada kebudayaan.
Model hubungan inilah, kita menampilkan cara-cara pemahaman yang baru sebagai paradigama postrukturalisme, dengan melibatkan sebagai disiplin yang lain, yang kemudian melahirkan pemahaman kebudayaan-kebudayaan yang bernuansa Islami dan berpegang teguh pada agama itu sendiri. Kondisi masyarakat Indonesia yang dinamis sebagai akibat hubungan antara agama dan kebudayaan. Penelitian dan studi kultural perlu ditekankan untuk dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka mengungkapkan latar belakang sosial khususnya yang ada di Indonesia, sehingga agama dan kebudayaan benar-benar memiliki arti bagi masyarakat luas.
»»  read more

Followers

 

Copyright © 2015 by Riky HangOut

Fiance Nina Latifah | Powered by Blogger